Akhir April hingga pertengahan Mei 2024 ini adalah hari-hari yang melelahkan bagi siswa sekolah dasar, terutama siswa Kelas VI. Hal ini seiring dengan surat yang dikeluarkan Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Trenggalek bernomor 400.3.5.1/1903/406.009/2024 Tertanggal 25 Maret 2024, tentang Jadwal Pelaksanaan Ujian Sekolah dan Penilaian Akhir Semester 2 bagi Kelas VI Jenjang Pendidikan Dasar.
Dengan adanya PAS dan US tersebut, siswa dituntut untuk belajar ekstra agar memperoleh nilai sebaik mungkin, sehingga peluang untuk diterima di sekolah lanjutan yang ia pilih semakin besar. Atau sekurang-kurangnya, yang penting bisa lulus dari jenjang pendidikan dasar dan bisa lanjut ke jenjang berikutnya. Demikian anggapan umumnya, meski kenyataannya tidak sepenuhnya demikian.
Guna melaksanakan “ritual tahunan” tersebut, Dinas Pendidikan menyusun soal-soal US—oleh tim penyusun soal yang dibentuk—kemudian mendistribusikannya ke semua sekolah di bawah naungannya.
Berkenaan dengan hal tersebut, barangkali muncul sejumlah pertanyaan [yang semestinya penting untuk didiskusikan namun dibicarakan pun hampir tidak pernah], yaitu: Masih perlukah US (dan PAS) diselenggarakan? Seberapa pentingkah US (dan PAS) diselenggarakan? Dan apa urgensi Dinas Pendidikan menyusun soal US (dan PAS)?
Mari kita diskusikan.
UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, jauh-jauh hari sebenarnya sudah mengamanatkan bahwa evaluasi hasil belajar siswa dilaksanakan oleh pendidik atau guru masing-masing, bukan pihak lain (Pasal 58). Jika pun Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah memiliki kewenangan untuk melakukan evaluasi, evaluasi tersebut bukan ditujukan kepada peserta didik langsung, melainkan terhadap pengelola dan satuan pendidikannya (Pasal 59).
Dalam perkembangannya, pemerintah, dengan dalih mengukur capaian kompetensi lulusan, membuat kebijakan dengan menyelenggarakan ujian berskala nasional (USBN hingga UN)—seperti melalui PP 17/2010, Permendikbud 53/2015 dan Permendikbud 43/2019. Melalui sejumlah kebijakan tersebut, hasil UN dan USBN menjadi penentu kelulusan peserta didik.
Ringkasnya, melalui PP 57/2021, UN kemudian dihapus. Di samping itu, dalam PP yang sama kembali ditegaskan bahwa penilaian hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik. Adapun bentuknya adalah melalui penilaian formatif dan sumatif (pasal 16 angka 4 dan 5). Dan sebagai gantinya, Kemendikbud melalui Permen 17/2021 menyelenggarakan Asesmen Nasional (AN). Perbedaannya, AN sama sekali tidak menjadi penentu kelulusan peserta didik tetapi lebih ditujukan untuk mengukur hasil belajar kognitif (kemampuan literasi dan numerasi), non-kognitif (karakter pelajar pancasila), dan kualitas lingkungan belajar.
Setelah UN dihapus, Mendikbud pun, melalui Permen 21/2022, menghapus USBN. Itu artinya, penilaian terhadap peserta didik, baik untuk tujuan mengukur capaian kompetensi maupun sebagai bahan pertimbangan kelulusan, sepenuhnya merupakan wewenang guru dan satuan pendidikan. Jadi, kembali khittahnya, yakni UU Sisdiknas 20/2003.
Memang, Kelas VI pada tahun ajaran 2023/2024 ini belum menggunakan Kurikulum Merdeka (yang mana dalam kurikulum ini lah konteks utama penghapusan UN dan USBN). Namun, Menteri Pendidikan Mas Nadiem dalam satu kesempatan mengutarakan keinsafannya bahwa jika menggunakan semangat UU Sisdiknas 20/2003, semestinya tidak ada yang namanya UN dan USBN, termasuk juga PAS (dan PTS).
Bagaimana tidak, lhawong sebenarnya guru tentu melaksanakan penilaian atau asesmen secara periodik, baik formatif maupun sumatif, setidaknya tiap selesai satu bab atau pembelajaran. Dan bentuk asesmen yang demikian, lebih ditegaskan lagi secara eksplisit dalam Kurikulum Merdeka, di samping penilaian lain semacam projek dan portofolio. Maka sebenarnya, guru sudah mengantongi nilai hasil belajar peserta didik, mulai dari awal hingga akhir semester. Dan itu sudah cukup apabila digunakan untuk tujuan pengukuran capaian kompetensi dan penentuan kelulusan peserta didik.
Walhasil, kembali ke pertanyaan awal: Masih perlukah diselenggarakan US? Apa urgensi Dinas Pendidikan menyusun soal US (dan PAS)? Kira-kira apa dasar hukum yang melandasi Dinas Pendidikan dalam “menyelenggarakan” US “berskala kabupaten”?
Sekali lagi, dari pemantik singkat di atas, mari kita diskusikan, sebagai upaya bersama untuk
meningkatkan mutu pendidikan Indonesia. (*)
___
(*) Tulisan ini lahir sebagai respon
atas kegelisahan rekan-rekan guru mengenai luar biasa tingginya tingkat kesulitan soal PAS
2 yang disusun oleh Dinas Pendidikan Kabupaten. Saking sulitnya (mulai dari bentuk
narasi, kosa kata, hingga tingkat penalarannya) sampai-sampai banyak yang
mengira bahwa lembar soal tersebut tertukar dengan lembar soal untuk siswa SMP atau bahkan SMA. “Soal PAS-nya saja sesulit ini, bagaimana
dengan soal US Utama nanti?”

Komentar