Langsung ke konten utama

Mengapa Ada Penilaian/Sumatif Tengah Semester (PTS/STS)?

soal pts penilaian tengah semester sts sumatif tengah semester


Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa di setiap pertengahan semester, selalu diselenggarakan Penilaian Tengah Semester atau PTS bagi kelas yang masih memberlakukan Kurikulum 13 dan Sumatif Tengah Semester atau STS bagi kelas yang sudah memberlakukan Kurikulum Merdeka.

PTS dan STS, setidaknya hingga penghujung semester pertama tahun pelajaran 2023/2024 ini, menjadi rutinitas yang lumrah atau wajar oleh hampir seluruh stakeholder pendidikan, mulai dari penentu kebijakan seperti Kepala Sekolah, Pengawas, Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, guru, hingga kalangan orang tua siswa dan masyarakat, bahkan oleh peserta didik sendiri.

Sepertinya, di semua kabupaten/kota berlaku nyaris sama. PTS/STS dikoordinasikan oleh Pengawas yang berkedudukan di Koordinator Wilayah Kecamatan atau Korwilcam Bidang Pendidikan (dulu UDP) masing-masing kecamatan. Satu hingga dua pekan sebelum pelaksanaan, perwakilan guru kelas dan guru mata pelajaran yang ditunjuk, di bawah koordinasi Korwilcam, menyusun soal PTS/STS. Lembar soal yang sudah disusun kemudian dicetak dan digandakan oleh pihak Korwilcam, selanjutnya didistribusikan ke semua sekolah dalam satu kecamatan. Praktis, soal PTS/STS untuk semua sekolah dalam satu kecamatan sama persis. Hal serupa juga dilakukan di kecamatan-kecamatan lainnya.


Bagaimana Konsep PTS dan STS, serta Apa Dasar Legal Pelaksanaannya?

Baik PTS maupun STS, keduanya merupakan bentuk asesmen sumatif (assessment of learning) yang bertujuan untuk memastikan atau mencari bukti ketercapaian tujuan pembelajaran. PTS, menurut Panduan Penilaian untuk SD Edisi Revisi yang diterbitkan Kemdikbud pada 2018 (yang berarti panduan untuk K-13), PTS adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik untuk mengukur pencapaian kompetensi dasar peserta didik setelah melaksanakan kegiatan pembelajaran selama 8–9 minggu. Cakupan PTS meliputi seluruh KD pada periode tersebut.

Pencapaian yang diukur dalam PTS relatif terbatas pada kemampuan kognitif peserta didik. Hasilnya berfungsi sebagai pertimbangan untuk nilai rapor, kenaikan kelas, hingga penentuan kelulusan. 

Kurikulum 13, dengan melihat Panduan Penilaian di atas, berarti mengakomodasi PTS sebagai salah satu bentuk penilaian. Bahkan hasil dari PTS tersebut digunakan untuk pertimbangan nilai rapor, kenaikan kelas, hingga penentuan kelulusan.

 

Apa Saja Problematika dalam Pelaksanaan PTS/STS?

Hal yang menjadi persoalan adalah bahwa Kalender Pendidikan yang dikeluarkan tiap tahun—baik oleh Dinas Pendidikan Provinsi maupun Kabupaten/Kota—sama sekali tidak pernah mengakomodasi (menjadwalkan) pelaksanaan PTS ataupun STS. Yang diatur dan dijadwalkan dalam Kalender Pendidikan adalah Kegiatan Tengah Semester atau KTS.

Merujuk Kalender Pendidikan Provinsi Jawa Timur TP 2023/2024, misalnya, satuan pendidikan disarankan untuk mengisi KTS dengan menyelenggarakan berbagai kegiatan semacam PORSENI, lomba kreativitas, atau praktik pembelajaran yang bertujuan untuk mengembangkan bakat, kepribadian, prestasi, dan kreativitas peserta didik dalam rangka pengembangan profil Pelajar Pancasila. Kegiatan Tengah Semester tersebut direncanakan dan dilaksanakan di tingkat satuan pendidikan masing-masing, paling lama 3 (tiga) hari di paruh waktu semester gasal.

Memang, tidak dijadwalkannya PTS/STS dalam Kalender Pendidikan bukan berarti bahwa PTS/STS tidak bisa atau tidak boleh dilaksanakan. Sebagaimana Penilaian Harian (PH), pelaksanaan PTS bisa dijadwalkan dalam jam pembelajaran reguler.

Namun demikian, terdapat beberapa hal yang problematik dari pelaksanaan PTS/STS selama ini. Di antaranya adalah sebagai berikut.

 

Pertama, KTS menjadi tidak terlaksana. Selama ini, PTS dilaksanakan dengan memanfaatkan jadwal KTS yang diatur dalam Kalender Pendidikan. Di kecamatan X Kabupaten Y, PTS semester ganjil TP 2023/2024 ini, untuk kelas I dan kelas II, dilaksanakan selama empat hari, mulai tanggal 4 hingga 7 Oktober 2023. Sementara KTS dalam Kalender Pendidikan dijadwalkan selama tiga hari, mulai tanggal 5 hingga 7 Oktober 2023.

Jadwal PTS dan STS yang menindih jadwal KTS tersebut praktis berdampak pada ketiadaan kegiatan-kegiatan pengembangan bakat, kreativitas, dan profil Pelajar Pancasila di satuan pendidikan sebagaimana diamanatkan.

 

Kedua, alokasi waktu pembelajaran berkurang. Sebagaimana ditentukan dalam Kalender Pendidikan, KTS dijadwalkan paling lama tiga hari. Namun pada praktiknya, PTS/STS (yang menggunakan alokasi waktu KTS) memerlukan waktu empat hari untuk kelas I dan II, bahkan hingga tujuh hari untuk kelas VI. Lama waktu tersebut akan bertambah dua sampai tiga hari lagi apabila guru juga melakukan penilaian untuk kompetensi keterampilan.

Di samping itu, disusunnya jadwal PTS/STS layaknya PAS, di mana dalam satu hari hanya ada satu atau dua pertemuan—yang tentunya hanya untuk penilaian—juga menambah inefisiensi jam pembelajaran. Memang, peserta didik tetap masuk dan pulang pada jam yang sama sebagaimana hari-hari biasa. Akan tetapi selain hanya untuk penilaian, tidak ada kegiatan pembelajaran sama sekali. Paling banter, peserta didik diajak oleh guru untuk bersama-sama mencocokkan sambil membahas hasil PTS/STS yang baru saja diselesaikan.


Ketiga, hilangnya otonomi dan fleksibilitas guru dan satuan pendidikan. Selama ini, pelaksanaan PTS/STS di satuan pendidikan didasarkan pada jadwal yang disusun oleh Korwilcam Bidang Pendidikan setempat. Lebih jauh, Korwilcam tidak hanya menyusun jadwal PTS/STS, tetapi—seperti dikemukakan di awal—juga mengkoordinasikan penyusunan soalnya.

Guru dan satuan pendidikan seolah tidak diperkenankan untuk menyusun sendiri soal PTS/STS untuk peserta didiknya. Padahal guru di setiap satuan pendidikan lah yang paling memahami karakteristik dan kebutuhan belajar peserta didik, bukan pihak lain atau guru dari satuan pendidikan lain. Guru pula lah yang memahami sejauh mana lingkup materi yang sudah diterima peserta didik, bukan pihak lain atau guru dari satuan pendidikan lain.

Guru juga kehilangan fleksibilitasnya dalam melakukan penilaian sebagai bagian dari asesmen sumatif. Bisa saja, bagi guru, asesmen sumatif PTS/STS untuk peserta didiknya perlu dirancang dengan teknik selain tes tertulis. Atau bahkan guru merasa tidak perlu untuk melaksanakan PTS/STS. Fleksibilitas—sebagaimana ketentuan Kurikulum Merdeka—tersebut menjadi hilang akibat penjadwalan PTS/STS beserta penyusunan soalnya dari Korwilcam.

 

Keempat, kualitas soal PTS yang jauh dari memuaskan. Kualitas soal menjadi problematika lanjutan pada pelaksanaan PTS/STS. Selama ini, mekanisme penyusunan soal PTS/STS terkesan asal-asalan. Korwilcam menunjuk koordinator penyusunan soal untuk tiap kelas atau mata pelajaran, dan masing-masing koordinator tersebut menunjuk sejumlah guru untuk membuat butir-butir soal.

orwilcam tidak membuat Panduan Penyusunan Soal. Guru-guru yang ditunjuk tidak dibekali dengan pelatihan terlebih dahulu. Tidak ada tim editor (peer review) untuk memastikan kualitas butir demi butir soal. Juga tidak ada tim layout untuk memastikan agar tata letak dalam lembar soal mudah digunakan.

Maka hasilnya bisa ditebak. Soal PTS/STS tidak dilengkapi dengan kisi-kisi—sebagaimana diamanatkan dalam Panduan Penilaian Tertulis, Kemdikbud. Butir soal juga banyak yang tidak sesuai dengan kaidah penulisan soal. Tidak sedikit pula soal ataupun jawaban yang melanggar kaidah kebahasaan (PEUBI). Bahkan perihal tata letak pun demikian (analisis/evaluasi terhadap soal PTS/STS menyusul).


*

Walhasil, dengan adanya empat hal yang problematik dari pelaksanaan PTS/STS, barangkali pemerintah dalam hal ini Dinas Pendidikan perlu untuk meninjau kembali pelaksanaan PTS/STS. Terlebih, dengan berlakunya Kurikulum Merdeka, guru tidak disarankan untuk melaksanakan asesmen sumatif tengah semester (lihat Panduan Pembelajaran dan Penilaian, 2022).

Sebagai gantinya, satuan pendidikan merancang dan melaksanakan kegiatan-kegiatan kreatif di waktu Tengah Semester, guna mengembangkan karakter dan prestasi peserta didik. Dan ini lah yang justru diamanatkan pemerintaah melalui Kalender Pendidikan.

 

Bersambung: Kurikulum Merdeka Masih Mau Melaksanakan Sumatif Tengah Semester (STS)?


Komentar